Saturday 26 December 2009

FATIMAH AZ-ZAHRA AS, PENGHULU WANITA SEMESTA

Source: e-mail

Mukadimah

Dahulu kala, masyarakat memandang perempuan bagaikan hewan atau bagian dari kekayaan yang dimiliki oleh seorang laki-laki. Demikian pula masyarakat Arab pada masa Jahiliyah. Mereka senantiasa memandang wanita sebagai makhluk yang hina. Bahkan, sebagian di antara mereka ada yang menguburkan anak perempuan mereka hidup-hidup.

Ketika fajar mentari Islam terbit, Islam memberikan hak kepada kaum hawa dan telah menentukan pula batas-batasnya, seperti hak sebagai ibu, hak sebagai istri, dan hak sebagai pemudi.

Tentu kita semua sering mendengar hadis Nabi saw yang menyatakan, “Surga itu terletak di bawah kaki ibu.”

Di lain kesempatan, beliau bersabda, "Kerelaan Allah terletak pada kerelaan orang tua." (Dan perempuan termasuk salah satu dari orang tua).

Islam telah memberikan batasan kemanusiaan kepada wanita dan memberikan aturan, undang-undang yang menjamin perlindungan, penjagaan terhadap kemuliaan wanita dan kehormatannya.

Sebagai contoh yang jelas ialah hijab atau jilbab. Jilbab bukanlah penjara bagi wanita, tapi ia merupakan kebanggaan baginya, sebagaimana kita selalu melihat permata yang tersimpan rapi di dalam kotaknya, atau buah-buahan yang tersembunyi di balik kulitnya.

Sedangkan bagi wanita muslimah, Allah SWT telah memberikan aturan yang dapat melindunginya dan menjaga diriya, yaitu jilbab. Bahkan tidak hanya sekedar pelindung, jilbab dapat menambah ketenangan dan keindahan pada diri wanita tersebut.

Wanita dalam pandangan Islam berbeda secara mencolok dari apa yang terjadi di Barat. Dunia Barat memandang wanita laksana benda atau materi yang layak untuk diiklankan, diperdagangkan, dan bisa diambil keuntungan materinya, dengan dalih memelihara etika dan kemuliaan wanita sebagai manusia.

Pandangan ini benar-benar telah membuat nilai wanita terpuruk dan terpisah dari naluri serta nilai-nilai kemanusiaan. Kita juga menyaksikan keretakan keluarga, perceraian yang terjadi di dalam masyarakat Barat telah sedemikian mengkuatirkan.

Dalam pandangan dunia Barat, wanita telah berubah menjadi seonggok barang yang tidak berharga lagi, baik dalam dunia perfilman, iklan, promosi, ataupun dalam dunia kontes kecantikan.

Teman-teman, marilah kita sejenak menengok sosok teladan kaum wanita dalam Islam yang terwujud dalam kehidupan putri Rasulullah tercinta.

Dialah Siti Fatimah Az-Zahra as.

Putri tersayang Nabi Muhammad saw.

Istri tercinta Imam Ali as.

Bunda termulia Hasan, Husain, dan Zainab as.

Hari Lahir

Fatimah as dilahirkan pada tahun ke-5 setelah Muhammad saw diutus menjadi Nabi, bertepatan dengan tiga tahun setelah peristiwa Isra' dan Mikraj beliau.

Sebelumnya, Jibril as telah memberi kabar gembira kepada Rasulullah akan kelahiran Fatimah. Ia lahir pada hari Jumat, 20 Jumadil Akhir, di kota suci Makkah.

Fatimah di Rumah Wahyu

Fatimah as hidup dan tumbuh besar di haribaan wahyu Allah dan kenabian Muhammad saw. Beliau dibesarkan di dalam rumah yang penuh dengan kalimat-kalimat kudus Allah SWT dan ayat-ayat suci Al-Qur'an.

Acapkali Rasulullah saw melihat Fatimah masuk ke dalam rumahnya, beliau langsung menyambut dan berdiri, kemudian mencium kepala dan tangannya.

Pada suatu hari, ‘Aisyah bertanya kepada Rasulullah saw tentang sebab kecintaan beliau yang sedemikian besar kepada Fatimah as.

Beliau menegaskan, “Wahai ‘Aisyah, jika engkau tahu apa yang aku ketahui tentang Fatimah, niscaya engkau akan mencintainya sebagaimana aku mencintainya. Fatimah adalah darah dagingku. Ia tumpah darahku. Barang siapa yang membencinya, maka ia telah membenciku, dan barang siapa membahagiakannya, maka ia telah membahagiakanku.”

Kaum muslimin telah mendengar sabda Rasulullah yang menyatakan, bahwa sesungguhnya Fatimah diberi nama Fatimah karena dengan nama itu Allah SWT telah melindungi setiap pecintanya dari azab neraka.

Fatimah Az-Zahra’ as menyerupai ayahnya Muhammad saw dari sisi rupa dan akhlaknya.

Ummu Salamah ra, istri Rasulullah, menyatakan bahwa Fatimah adalah orang yang paling mirip dengan Rasulullah. Demikian juga ‘Aisyah. Ia pernah menyatakan bahwa Fatimah adalah orang yang paling mirip dengan Rasulullah dalam ucapan dan pikirannya.

Fatimah as mencintai ayahandanya melebihi cintanya kepada siapa pun.

Setelah ibunda kinasihnya, Khadijah as wafat, beliaulah yang merawat ayahnya ketika masih berusia enam tahun. Beliau senantiasa berusaha untuk menggantikan peranan ibundanya bagi ayahnya itu.

Pada usianya yang masih belia itu, Fatimah menyertai ayahnya dalam berbagai cobaan dan ujian yang dilancarkan oleh orang-orang musyrikin Makkah terhadapnya. Dialah yang membalut luka-luka sang ayah, dan yang membersihkan kotoran-kotoran yang dilemparkan oleh orang-orang Quraisy ke arah ayahanda tercinta.

Fatimah senantiasa mengajak bicara sang ayah dengan kata-kata dan obrolan yang dapat menggembirakan dan menyenangkan hatinya. Untuk itu, Rasulullah saw memanggilnya dengan julukan Ummu Abiha, yaitu ibu bagi ayahnya, karena kasih sayangnya yang sedemikian tercurah kepada ayahandanya.

Pernikahan Fatimah as

Setelah Fatimah as mencapai usia dewasa dan tiba pula saatnya untuk beranjak pindah ke rumah suaminya (menikah), banyak dari sahabat-sahabat yang berupaya meminangnya. Di antara mereka adalah Abu Bakar dan Umar. Rasulullah saw menolak semua pinangan mereka. Kepada mereka beliau mengatakan, “Saya menunggu keputusan wahyu dalam urusannya (Fatimah as).”

Kemudian, Jibril as datang untuk mengkabarkan kepada Rasulullah saw, bahwa Allah telah menikahkan Fatimah dengan Ali bin Ali Thalib as. Tak lama setelah itu, Ali as datang menghadap Rasulullah dengan perasaan malu menyelimuti wajahnya untuk meminang Fatimah as. Sang ayah pun menghampiri putri tercintanya untuk meminta pendapatnya seraya menyatakan, “Wahai Fatimah, Ali bin Abi Thalib adalah orang yang telah kau kenali kekerabatan, keutamaan, dan keimanannya. Sesungguhnya aku telah memohonkan pada Tuhanku agar menjodohkan engkau dengan sebaik-baik mahkluk-Nya dan seorang pecinta sejati-Nya. Ia telah datang menyampaikan pinangannya atasmu, bagaimana pendapatmu atas pinangan ini?"

Fatimah as diam, lalu Rasulullah pun mengangkat suaranya seraya bertakbir, “Allahu Akbar! Diamnya adalah tanda kerelaannya.”

Acara Pernikahan

Rasulullah saw kembali menemui Ali as sambil mengangkat tangan sang menantu seraya berkata, “Bangunlah! 'Bismillah, bi barakatillah, masya’ Allah la quwwata illa billah, tawakkaltu 'alallah.”

Kemudian, Nabi saw menuntun Ali dan mendudukkannya di samping Fatimah. Beliau berdoa, “Ya Allah, sesungguhnya keduanya adalah makhluk-Mu yang paling aku cintai, maka cintailah keduanya, berkahilah keturunannya, dan peliharalah keduanya. Sesungguhnya aku menjaga mereka berdua dan keturunannya dari setan yang terkutuk.”

Rasulullah mencium keduanya sebagai tanda ungkapan selamat berbahagia. Kepada Ali, beliau berkata, “Wahai Ali, sebaik-baik istri adalah istrimu.”

Dan kepada Fatimah, beliau menyatakan, “Wahai Fatimah, sebaik-baik suami adalah suamimu”.

Di tengah-tengah keramaian dan kerumunan wanita yang berasal dari kaum Anshar, Muhajirin, dan Bani Hasyim, telah lahir sesuci-suci dan seutama-utamanya keluarga dalam sejarah Islam yang kelak menjadi benih bagi Ahlulbait Nabi yang telah Allah bersihkan kotoran jiwa dari mereka dan telah sucikan mereka dengan sesuci-sucinya.

Acara pernikahan kudus itu berlangsung dengan kesederhanaan. Saat itu, Ali tidak memiliki sesuatu yang bisa diberikan sebagai mahar kepada sang istri selain pedang dan perisainya. Untuk menutupi keperluan mahar itu, ia bermaksud menjual pedangnya. Tetapi Rasulullah saw mencegahnya, karena Islam memerlukan pedang itu, dan setuju apabila Ali menjual perisainya.

Setelah menjual perisai, Ali menyerahkan uangnya kepada Rasulullah saw. Dengan uang tersebut beliau menyuruh Ali untuk membeli minyak wangi dan perabot rumah tangga yang sederhana guna memenuhi kebutuhan keluarga yang baru ini.

Kehidupan mereka sangat bersahaja. Rumah mereka hanya memiliki satu kamar, letaknya di samping masjid Nabi saw.

Hanya Allah SWT saja yang mengetahui kecintaan yang terjalin di antara dua hati, Ali dan Fatimah. Kecintaan mereka hanya tertumpahkan demi Allah dan di atas jalan-Nya.

Fatimah as senantiasa mendukung perjuangan Ali as dan pembelaannya terhadap Islam sebagai risalah ayahnya yang agung nan mulia. Dan suaminya senantiasa berada di barisan utama dan terdepan dalam setiap peperangan. Dialah yang membawa panji Islam dalam setiap peperangan kaum muslimin. Ali pula yang senantiasa berada di samping mertuanya, Rasulullah saw.

Fatimah as senantiasa berusaha untuk berkhidmat dan membantu suami, juga berupaya untuk meringankan kepedihan dan kesedihannya. Beliau adalah sebaik-baik istri yang taat. Beliau bangkit untuk memikul tugas-tugas layaknya seorang ibu rumah tangga. Setiap kali Ali pulang ke rumah, ia mendapatkan ketenangan, ketentraman, dan kebahagiaan di sisi sang istri tercinta.

Fatimah as merupakan pokok yang baik, yang akarnya menghujam kokoh ke bumi, dan cabangnya menjulang tinggi ke langit. Fatimah dibesarkan dengan cahaya wahyu dan beranjak dewasa dengan didikan Al-Qur'an.

Keluarga Teladan

Kehidupan suami istri adalah ikatan yang sempurna bagi dua kehidupan manusia untuk menjalin kehidupan bersama.

Kehidupan keluarga dibangun atas dasar kerjasama, tolong menolong, cinta, dan saling menghormati.

Kehidupan Ali dan Fatimah merupakan contoh dan teladan bagi kehidupan suami istri yang bahagia. Ali senantiasa membantu Fatimah dalam pekerjaan-pekerjaan rumah tangganya. Begitu pula sebaliknya, Fatimah selalu berupaya untuk mencari keridhaan dan kerelaan Ali, serta senantiasa memberikan rasa gembira kepada suaminya.

Pembicaraan mereka penuh dengan adab dan sopan santun. "Ya binta Rasulillah"; wahai putri Rasul, adalah panggilan yang biasa digunakan Imam Ali setiap kali ia menyapa Fatimah. Sementara Sayidah Fatimah sendiri menyapanya dengan panggilan “Ya Amirul Mukminin”; wahai pemimpin kaum mukmin.

Demikianlah kehidupan Imam Ali as dan Sayidah Fatimah as.

Keduanya adalah teladan bagi kedua pasangan suami-istri, atau pun bagi orang tua terhadap anak-anaknya.

Buah Hati

Pada tahun ke-2 Hijriah, Fatimah as melahirkan putra pertamanya yang oleh Rasulullah saw diberi nama “Hasan”. Rasul saw sangat gembira sekali atas kelahiran cucunda ini. Beliau pun menyuarakan azan pada telinga kanan Hasan dan iqamah pada telinga kirinya, kemudian dihiburnya dengan ayat-ayat Al-Qur'an.

Setahun kemudian lahirlah Husain. Demikianlah Allah SWT berkehendak menjadikan keturunan Rasulullah saw dari Fatimah Az-Zahra as. Rasul mengasuh kedua cucunya dengan penuh kasih dan perhatian. Tentang keduanya beliau senantiasa mengenalkan mereka sebagai buah hatinya di dunia.

Bila Rasulullah saw keluar rumah, beliau selalu membawa mereka bersamanya. Beliau pun selalu mendudukkan mereka berdua di haribaannya dengan penuh kehangatan.

Suatu hari Rasul saw lewat di depan rumah Fatimah as. Tiba-tiba beliau mendengar tangisan Husain. Kemudian Nabi dengan hati yang pilu dan sedih mengatakan, “Tidakkah kalian tahu bahwa tangisnya menyedihkanku dan menyakiti hatiku.”

Satu tahun berselang, Fatimah as melahirkan Zainab. Setelah itu, Ummu Kultsum pun lahir. Sepertinya Rasul saw teringat akan kedua putrinya Zainab dan Ummu Kultsum ketika menamai kedua putri Fatimah as itu dengan nama-nama tersebut.

Dan begitulah Allah SWT menghendaki keturunan Rasul saw berasal dari putrinya Fatimah Zahra as.

Kedudukan Fatimah Az-Zahra’ as

Meskipun kehidupan beliau sangat singkat, tetapi beliau telah membawa kebaikan dan berkah bagi alam semesta. Beliau adalah panutan dan cermin bagi segenap kaum wanita. Beliau adalah pemudi teladan, istri tauladan dan figur yang paripurna bagi seorang wanita. Dengan keutamaan dan kesempurnaan yang dimiliki ini, beliau dikenal sebagai “Sayyidatu Nisa’il Alamin”; yakni Penghulu Wanita Alam Semesta.

Bila Maryam binti ‘Imran, Asiyah istri Firaun, dan Khadijah binti Khuwalid, mereka semua adalah penghulu kaum wanita pada zamannya, tetapi Sayidah Fatimah as adalah penghulu kaum wanita di sepanjang zaman, mulai dari wanita pertama hingga wanita akhir zaman.

Beliau adalah panutan dan suri teladan dalam segala hal. Di kala masih gadis, ia senantiasa menyertai sang ayah dan ikut serta merasakan kepedihannya. Pada saat menjadi istri Ali as, beliau selalu merawat dan melayani suaminya, serta menyelesaikan segala urusan rumah tangganya, hingga suaminya merasa tentram bahagia di dalamnya.

Demikian pula ketika beliau menjadi seorang ibu. Beliau mendidik anak-anaknya sedemikian rupa atas dasar cinta, kebaikan, keutamaan, dan akhlak yang luhur dan mulia. Hasan, Husain, dan Zainab as adalah anak-anak teladan yang tinggi akhlak dan kemanusiaan mereka.

Kepergian Sang Ayah

Sekembalinya dari Haji Wada‘, Rasulullah saw jatuh sakit, bahkan beliau sempat pingsan akibat panas dan demam keras yang menimpanya. Fatimah as bergegas menghampiri beliau dan berusaha untuk memulihkan kondisinya. Dengan air mata yang luruh berderai, Fatimah berharap agar sang maut memilih dirinya dan merenggut nyawanya sebagai tebusan jiwa ayahandanya.

Tidak lama kemudian Rasul saw membuka kedua matanya dan mulai memandang putri semata wayang itu dengan penuh perhatian. Lantas beliau meminta kepadanya untuk membacakan ayat-ayat suci Al-Qur'an. Fatimah pun segera membacakan Al-Qur'an dengan suara yang khusyuk.

Sementara sang ayah hayut dalam kekhusukan mendengarkan kalimat-kalimat suci Al-Qur'an, Fatimah pun memenuhi suasana rumah Nabi. Beliau ingin menghabiskan detik-detik akhir hayatnya dalam keadaan mendengarkan suara putrinya yang telah menjaganya dari usia yang masih kecil dan berada di samping ayahnya di saat dewasa.

Rasul saw meninggalkan dunia dan ruhnya yang suci mi’raj ke langit.

Kepergian Rasul saw merupakan musibah yang sangat besar bagi putrinya, sampai hatinya tidak kuasa memikul besarnya beban musibah tersebut. Siang dan malam, beliau selalu menangis.

Belum lagi usai musibah itu, Fatimah as mendapat pukulan yang lebih berat lagi dari para sahabat yang berebut kekuasaan dan kedudukan.

Setelah mereka merampas tanah Fadak dan berpura-pura bodoh terhadap hak suaminya dalam perkara khilafah (kepemimpinan), Fatimah Az-Zahra’ as berupaya untuk mempertahankan haknya dan merebutnya dengan keberanian yang luar biasa.

Imam Ali as melihat bahwa perlawanan terhadap khalifah yang dilakukan Sayidah Fatimah as secara terus menerus bisa menyebabkan negara terancam bahaya besar, hingga dengan begitu seluruh perjuangan Rasul saw akan sirna, dan manusia akan kembali ke dalam masa Jahiliyah.

Atas dasar itu, Ali as meminta istrinya yang mulia untuk menahan diri dan bersabar demi menjaga risalah Islam yang suci.

Akhirnya, Sayidah Fatimah as pun berdiam diri dengan menyimpan kemarahan dan mengingatkan kaum muslimin akan sabda Nabi, “Kemarahannya adalah kemarahan Rasulullah, dan kemarahan Rasulullah adalah kemarahan Allah SWT.”

Sayidah Fatimah as diam dan bersabar diri hingga beliau wafat. Bahkan beliau berwasiat agar dikuburkan di tengah malam secara rahasia.

Kepergian Putri Tercinta Rasul

Bagaikan cahaya lilin yang menyala kemudian perlahan-lahan meredup. Demikianlah ihwal Fatimah Az-Zahra’ as sepeninggal Rasul saw. Ia tidak kuasa lagi hidup lama setelah ditinggal wafat oleh sang ayah tercinta. Kesedihan senantiasa muncul setiap kali azan dikumandangkan, terlebih ketika sampai pada kalimat Asyhadu anna Muhammadan(r) Rasulullah.

Kerinduan Sayidah Fatimah untuk segera bertemu dengan sang ayah semakin menyesakkan dadanya. Bahkan kian lama, kesedihannya pun makin bertambah. Badannya terasa lemah, tidak lagi sanggup menahan renjana jiwanya kepada ayah tercinta.

Demikianlah keadaan Sayidah Fatimah as saat meninggalkan dunia. Beliau tinggalkan Hasan yang masih 7 tahun, Husain yang masih 6 tahun, Zainab yang masih 5 tahun, dan Ummi Kultsum yang baru saja memasuki usia 3 tahun.

Yang paling berat dalam perpisahan ini, ia harus meninggalkan suami termulia, Ali as, pelindung ayahnya dalam jihad dan teman hidupnya di segala medan.

Sayidah Fatimah as memejamkan mata untuk selamanya setelah berwasiatkan kepada suaminya akan anak-anaknya yang masih kecil. Beliau pun mewasiatkan kepada sang suami agar menguburkannya secara rahasia. Hingga sekarang pun makam suci beliau masih misterius. Dengan demikian terukirlah tanda tanya besar dalam sejarah tentang dirinya.

Fatimah Az-Zahra’ as senantiasa memberikan catatan kepada sejarah akan penuntutan beliau atas hak-haknya yang telah dirampas. Sehingga umat Islam pun kian bertanya-tanya terhadap rahasia dan kemisterian kuburan beliau.

Dengan penuh kesedihan, Imam Ali as duduk di samping kuburannya, diiringi kegelapan yang menyelimuti angkasa. Kemudian Imam as mengucapkan salam, “Salam sejahtera bagimu duhai Rasulullah ... dariku dan dari putrimu yang kini berada di sampingmu dan yang paling cepat datang menjumpaimu.

"Duhai Rasulullah! Telah berkurang kesabaranku atas kepergian putrimu, dan telah berkurang pula kekuatanku ... Putrimu akan mengabarkan kepadamu akan umatmu yang telah menghancurkan hidupnya. Pertanyaan yang meliputinya dan keadaan yang akan menjawab. Salam sejahtera untuk kalian berdua!”[]

Riwayat Singkat Sayidah Fatimah as

Nama : Fatimah.

Julukan : Az-Zahra’, Al-Batul, At-Thahirah.

Ayah : Mahammad.

Ibu : Khadijah binti Khuwailid.

Kelahiran : Jumat 20 Jummadil Akhir.

Tempat : Makkah Al-Mukarramah.

Wafat : MadinahAl-Munawarah, Tahun 11 H.

Makam : Tidak diketahui.

Friday 18 December 2009

Ma'al Hijrah

Assalammu'alaikum waramatuhllahi wabarakahtuh...

” Ya Allah…Sempena Ma’al Hijrah 1431H, Aku momohon kepada-MU agar
insan yang membaca email ini agar umurnya, amal ibadatnya, rezekinya,
hidupnya dan matinya sentiasa dalam peliharaan-MU dan jadikan dia
insan yang bertaqwa dan soleh. Amin.”
PADA 1 Muharam setiap tahun, umat Islam merayakan sambutan Maal
Hijrah, bergembira atas kehadiran tahun baru dalam kalendar
Islam.Sambutan itu tidak disebut dalam al-Quran atau nas Sunah Nabi
secara terus terang tetapi ia tetap dianggap perayaan umat Islam.
Ironinya umat Islam masih lebih cenderung meraikan secara
berlebihan-lebihan tahun baru Masihi (1 Januari) termasuk dicemari
perbuatan songsang


Kemuliaan Muharam yang pada hari itu kita berselawat memuji-muji
Rasulullah - satu amalan yang diperintah Allah.Kita alunkan
nasyid-nasyid seperti Talaal Badru Alaina bagi mengingati kembali
betapa gembira kaum Ansar menyambut kehadiran Rasulullah bersama
Muhajirin di Madinah.
Maal Hijrah atau Awal Muharram adalah merupakan permulaan tahun baru
bagi takwin Islam. Ianya bermula sempena memperingati penghijrahan
Nabi Muhammad s.a.w dari Kota Mekah ke Madinah dalam tahun 622
masihi. Di samping itu ianya juga merujuk kepada peralihan daripada
sesuatu yang buruk atau kurang kepada yang baik atau sempurna.

Perpindahan Nabi Muhammad s.a.w dan para sahabat r.a dari Kota Mekah
ke Madinah merupakan pembinaan langkah baru sebagai persiapan
menghadapi cabaran yang bakal tiba secara terus menerus. Hijrah
bukanlah asing dalam Islam dan ia adalah sebahagian daripada Islam.
Hijrah kerana menuntut ilmu, mencari kebenaran, berjihad, berdakwah,
mencari nafkah, kerana perniagaan dan bermacam-macam hijrah lagi
adalah tuntutan dan asas ajaran Islam itu sendiri.

Jika pada kebiasaannya kita berazam pada setiap tahun baru masihi,
apa kata kali ini kita juga berazam semasa ketibaan tahun baru
hijrah. Malah jika kita tidak pernah langsung berazam selama ini
bolehlah dimulakan sekarang. Azam ini bolehlah lebih ke arah
pengisian rohani dan keagamaan. Mungkin kepada mereka yang tidak
pernah solat berazam untuk mula bersolat, mereka yang bersolat tetapi
tidak cukup lima waktu berazam untuk melengkapkan solat lima waktu
dan mereka yang bersolat lima waktu berazam untuk meningkat kualiti
solat mereka.

Di samping itu perkuatkan juga fahaman aqidah, syariat dan akhlak
kita. Apabila fahaman kita jelas maka iman dan takwa kita juga akan
kukuh. Percayalah lebih rapat kita dengan Allah s.w.t. akan lebih
tenang jiwa kita menghadapi kehidupan yang penuh cabaran dan dugaan
ini.



Doa Akhir Tahun


Doa Akhir Tahun dibaca 3 kali pada akhir waktu ‘Asar atau sebelum
masuk waktu Maghrib pada akhir bulan Zulhijjah.


Sesiapa yang membaca doa ini, Syaitan akan berkata, “Kesusahan bagiku
dan sia-sia lah pekerjaanku menggoda anak Adam pada setahun ini dan
Allah binasakan aku satu saat jua. Dengan sebab membaca doa ini,
Allah ampunkan dosanya setahun”.



Doa Awal Tahun


Doa Awal Tahun dibaca 3 kali selepas maghrib pada malam satu
Muharram.


Sesiapa yang membaca doa ini, Syaitan berkata, “Telah amanlah anak
Adam ini daripada godaan pada tahun ini kerana Allah telah mewakilkan
dua Malaikat memeliharanya daripada fitnah Syaitan”.






Selamat Menyambut Maal Hijrah 1431H





Jazakallah Khairun...

Happy Anniversary to Datuk Zaman & Datin Rozana

Today the 18th December 2009 is the 26th wedding anniversary for Zaman & Rozana.






Tuesday 15 December 2009

Nampak Kuat Agama Tapi Masuk Neraka

Oleh: Dr Mohd Asri Zainul Abidin
source: e-mail


Untuk membuat penilaian yang seimbang atau kesimpulan yang adil bukanlah mudah. Dalam kehidupan ini ramai orang selalu membuat kesimpulan daripada penampilan atau faktor luaran yang mereka lihat semata. Penilaian yang seimbang atau kesimpulan yang adil berbeza dengan sangkaan baik. Umpamanya, apabila kita melihat mereka yang kuat bersolat, atau berpuasa maka sudah pasti kita wajar bersangka baik terhadapnya.



Namun dalam masa yang sama kita tidak akan membuat kesimpulan bahawa dia adalah pasti ahli syurga, atau pasti orang yang kuat berpegang dengan agama, atau seorang yang soleh. Ini kerana solat dan puasa memanglah amalan yang baik dalam Islam, tetapi Islam bukan sahaja berkaitan soal solat dan puasa, sebaliknya Islam merangkumi pelbagai sudut kehidupan.



Jika dia kuat solat dan puasa, tetapi dalam masa yang sama kuat memaki dan mencerca orang, atau menderhakai ibubapanya, atau tidak amanah, atau menzalimi orang lain dan seumpamanya, maka dia bukannya orang yang soleh dalam ertikata sebenar dalam Islam.

Tidakkah kita selalu membaca hadis:

“Tahukah kamu siapakah orang yang muflis?” Jawab mereka: “Orang yang muflis dalam kalangan kami ialah sesiapa yang tiada dirham dan tiada harta”. Sabda baginda: “Orang yang muflis dalam umatku ialah sesiapa yang datang pada Hari Kiamat nanti bersama solat, puasa, zakat, juga dia pernah memaki seseorang, menuduh seseorang, memakan harta seseorang, menumpah darah seseorang dan memukul seseorang. Lalu diberikan kepada orang ini dan itu pahalanya. Jika pahala-pahalanya habis sebelum sempat dilangsaikan kesalahannya, maka diambil dosa-dosa mereka dicampakkan ke atasnya lantas dicampakkan dia ke dalam neraka” (Riwayat Muslim).

Pendusta Agama

Dalam hadis lain Nabi s.a.w menceritakan tentang akhir zaman ada para pembaca al-Quran kerana hendak dapat untung. Ini dapat kita lihat dalam negara kita mereka yang memakai ‘pakaian agama’ dan mengutip wang daripada orangramai kononnya kerana hendak membuat penghantaran pahala kepada si mati.

Mereka membuat untung yang besar saban tahun atas nama al-Quran dan orang menganggap mereka melakukan kebaikan sedangkan Nabi s.a.w menyindir perbuatan ini dengan sabdanya:

“Bacalah al-Quran dan mintalah daripada Allah (pahala), kerana selepas kamu akan ada kaum yang membaca al-Quran dan meminta (upah) daripada manusia” (Riwayat Ahmad dan al-Tirmizi, dinilai hasan oleh al-Albani).

Dalam sejarah ramai mereka yang menampil watak ‘agama’ tetapi sebenarnya penjenayah agama. Antara yang terkenal ialah Abu ‘Ismah Nuh bin Abi Maryam yang mencipta hadis-hadis dusta kononnya kerana ingin mendapat pahala dengan diadakan hadis-hadis fadilat itu dan ini khususnya tentang surah-surah al-Quran.


- Gambar Hiasan

Dia digelar Nuh al-Jami’ bermaksud Nuh yang menghimpunkan. Ini kerana dia menghimpunkan ilmu daripada berbagai tokoh-tokoh besar. Namun al-Hafiz Ibn Hibban menyatakan: “dia menghimpunkan segalanya, kecuali cakap benar”. (lihat: al-Sayuti, Tadrib al-Rawi, 185, Beirut: Dar al-Fikr).

Pada zahirnya, dia tokoh agamawan namun pada hakikatnya dia sebenarnya pendusta agama. Bukan sedikit orang yang sepertinya dalam sejarah pengumpulan hadis. Kata seorang tokoh pengkaji hadis, Dr. Hammam Sa`id:

“Telah zahir golongan ahli ibadat, zuhud dan nussak (penumpu penuh ibadah). Kejahilan dan kebodohan mereka telah membawa mereka mencipta hadis-hadis palsu dalam fadhilat-fadhilat amal, fadhilat surah-surah al-Quran dan solat-solat sunat, untuk menggalakkan orang ramai beramal. Seperti juga mereka mencipta hadis-hadis palsu dalam menakut orang ramai terhadap maksiat. Mereka menyangka mereka telah membela Islam. Golongan yang jahil ini tidak tahu bahawa pendustaan ke atas RasululLah s.a.w boleh menurunkan mereka ke dalam tingkatan-tingkatan yang paling bawah dalam neraka jahannam” (Hammam `Abd al-Rahim Sa`id, Al-Tamhid fi `Ulum al-Hadith, m.s. 140, Jordan: Dar al-Furqan).

Ini kerana tindakan mereka telah menipu atas nama Nabi s.a.w dan merubah wajah asal agama. Jika dilihat atau dinilai pada zahir ibadah dan pakaian mereka, tentu kita menyangka mereka golongan yang soleh, tetapi di sisi agama mereka adalah para pendusta yang termasuk dalam sabda Nabi s.a.w:

“Sesungguhnya berdusta ke atasku (menggunakan namaku) bukanlah seperti berdusta ke atas orang lain (menggunakan nama orang lain). Sesiapa yang berdusta ke atasku dengan sengaja, maka siaplah tempat duduknya dalam neraka”. (Riwayat al-Bukhari dan Muslim).

Khawarij

Dalam sejarah pertelingkahan umat Islam kelompok yang paling kuat dan awal menggunakan isu agama untuk mengkafirkan orang Islam yang lain ialah Puak Khawarij.

Kelompok ini Nabi s.a.w sifatkan seperti berikut:

“..Seseorang kamu akan merasa lekeh solatnya dibandingkan solat mereka, merasa lekeh puasanya dibandingkan puasa mereka. Mereka membaca al-Quran, namun al-Quran itu tidak melebih halkum mereka. Mereka tersasar keluar dari agama seperti anak panah tersasar dari sasarannya..” (Riwayat al-Bukhari dan Muslim).

Inilah Khawarij yang kelihatan hebat dalam ibadah dan pidato agama mereka dengan menggunakan nas-nas al-Quran. Mereka mengkafirkan orang Islam yang melakukan maksiat, juga mengkafirkan orang Islam yang tidak mengikut kumpulan mereka.

Puak Khawarij ini mengangkat slogan: “Tidak ada hukum melainkan hukum Allah”. Slogan yang kelihatannya berteraskan al-Quran, tetapi dengan tujuan yang buruk. Kata Saidina Saidina ‘Ali bin Abi Talib kepada mereka: “Satu slogan yang benar, tetapi dengan tujuan yang batil”. (Al-Khatib al-Baghdadi, Tarikh Baghdad, 304/10, Beirut: Dar al-Kutub al-’Ilmiyyah).

Dengan slogan al-Quran “Sesiapa yang tidak berhukum dengan hukum Allah maka mereka itu orang-orang yang kafir” (Surah al-Maidah, ayat 44), maka mereka melancarkan kempen mengkafirkan dan memerangi orang Islam. Atas andaian yang tipis maka dengan mudah seseorang dijatuhkan hukuman murtad dan kafir.


- Gambar Hiasan

Hasilnya, pertumpahan yang dahsyat berlaku pada zaman pemerintahan Saidiyyida ‘Ali bin ‘Abi Talib. Selepas zaman ‘Ali pun, pemikiran Khawarij meresap ke dalam berbagai kumpulan dan organisasi. Hasilnya, kita mendengar isu kafir mengkafir muncul di pelbagai zaman dan tempat di seluruh pelusuk dunia Islam.

Pada zahirnya puak ini berwajah agama, namun pada hakikatnya Nabi s.a.w menyebut tentang mereka:

“Mereka itu berucap dengan ucapan sebaik-baik makhluk. Mereka tersasar keluar dari Islam seperti anak panah tersasar dari sasarannya. Iman mereka tidak melebihi halkum mereka. Di mana sahaja kamu temui mereka maka bunuhlah mereka kerana sesungguhnya membunuh mereka itu ada pahala pada Hari Kiamat” (Riwayat al-Bukhari).

Demikian getirnya kelompok ini. Sekalipun dengan ungkapan dan nas agama di mulut mereka, namun Nabi s.a.w memerintahkan agar pemerintah Islam membunuh mereka kerana mereka mengkafirkan bahkan sesetengah kelompok mereka seperti al-Azraqiyah membunuh orang Islam, anak kecil dan wanita yang tidak mengikut kumpulan atau jamaah mereka.

Dengan ini menyedarkan kita semua, di samping kita bersangka baik kepada golongan yang menzahirkan ciri-ciri agama, kita sayangkan mereka dan menghormati mereka, namun kita juga mestilah berhati-hati dengan tindakan setiap individu dan kumpulan.

Janganlah penampilan zahir menyebabkan kita membuta mata atau memandulkan akal dari membuat penilaian yang matang dan seimbang. Apa yang baik kita kata baik, apa yang salah tetap dinilai salah tanpa mengira dari mana dan siapa kesalahan itu datang. Namun jika golongan tertentu menzahirkan ciri-ciri agama dan memegang prinsip agama dalam seluruh perjalanan mereka, maka merekalah golongan yang kita cinta dan kita bela dengan sepenuhnya.

Monday 7 December 2009

Westfield, White City & Windsor

Halim, Ashraf and I went to Westfield. Ashraf & I were Westfield virgins. The shopping centre was big and there were lots and lots of shops but I wasn't interested coz I was so hungry and looking for Jom Makan Resturant.


The services was slow, took about an hour for all or dishes to arrived. Halim order nasi ayam with roasted chicken, the dishes arrives after 20 minutes but very dissipointed as he found that the chicked breast not really roasted. After 10 minutes later Ashraf's mee goreng arrived than another 15 minutes after that my char kueh tiaw arrived, lo and behold there were mushroom peaking from my char kueh tiaw (first time ever I see mushroom in char kueh tiaw - I 'm allergic to mushroom). I end up changing the plate with Ashraf. We did order gado-gado but its never came. Our waiter was sweet boy, he tried to track down our gado-gado and end up being lock out from the kitchen. We asked for the bill and end up with free dessert for each of us for missing the gado-gado. Sorry I forget to take the food photos as I was so hungry.





Wake up late on saturday, Halim called asking either I wan't to go out shopping. Of course I said yes. We reached Windsor around 3.15pm and by 4 pm, it was already dark.


Saturday 5 December 2009

Bolehkah Menggunakan Gelaran Haji dan Hajjah?

Source: e-mail
Oleh Zaharuddin Abd Rahman (www.zaharuddin.net)


Soalan

Apakah boleh seseorang menuntut dan menggunakan gelaran Haji atau Hajah sesudah pulang dari menunaikan ibadah tersebut. Adakah ia satu kesalahan di dalam Islam kerana tidak pernah digunakan oleh nabi dan para sahabat di zaman ? Jika dibenarkan apakah pula ulasannya Ustaz. Terima kasih


Jawapan

Sebelum ini juga ramai yang bertanya sama ada boleh digunakan gelaran ‘Haji' kepada mereka yang sudah selesai menunaikan haji.

Saya teringat ada seorang kenalan saya, sekitar 10 tahun dahulu memarahi seorang rakannya kerana tidak memanggilnya dengan gelaran tersebut. Bila saya bertanya mengapa sampai begitu sekali?.

Dijawabnya "Ye la, kita dah bertungkus lumus melaksanakan haji, berbelas ribu ringgit habis, jadi hormatlah sikit kita dengan pengiktirafan" demikian tegasnya secara agak emosi.

Saya yakin, para pembaca mempunyai pelbagai reaksi apabila membaca jawapannya. Majoritinya mungkin akan merasa tidak bersetuju sama sekali dengan hujjahnya. Namun itulah hakikat bagi sebahagian besar umat Islam khususnya di Malaysia, mereka cukup ingin serta merasa selesa dan bangga dengan gelaran ‘Haji' sesudah mereka pulang dari mengerjakan ibadah agung tersebut.

Jadi persoalan kita ketika ini, adakah boleh di sisi Islam?

"ada orang baru balik haji, sibuk ingin digelar haji, kalau tak gelar, dia marah, habis rukun Islam yang lain pun lepas ini kena bagi gelaran jugakkah?, jadilah namanya Tuan Haji Umrah Solat Puasa Zakat Ali Bin Abu Bakar" Demikian sindir seorang ustaz sebagai tanda protes tidak setuju disamping ingin membuat buah lawak untuk menghilangkan mengantuk para pendengar ceramahnya.

"Nabi dan sahabatnya tiada yang guna gelaran begitu, ni semuanya mengarut dan bid'ah" tegas seorang ustaz lagi dalam kuliahnya.

Adakah salah untuk menggunakan gelaran Haji di awal nama bagi mereka yang pulang dari menunaikan ibadah besar itu?

Persoalan ini tidak dinafikan lebih kepada sebuah isu kecil, justeru diharap jangan ada sesiapa yang kerananya melakukan dosa menghina, merendah dan menyakiti hati manusia lain. Itu persoalan pookok yang perlu difahami sebelum kita melanjutkan perbincangan.

Menurut pendapat saya, gelaran sebegini bukan sebuah persoalan ibadah khusus yang memerlukan kepada dalil khusus dari amalan Nabi s.a.w, salafussoleh dari kalangan sahabat dan tabien.

Isu gelaran adalah sebuah isu kemasyarakatan dan sosial yang tidak tertakluk kepada dalil-dalil specifik. Ia hanya tertakluk kepada dalil umum yang mengandungi nilai dan asas sama ada untuk mengarah atau melarang.

Dalam hal gelaran, dalil yang menjelaskan prinsip atau displin dalam gelar menggelar boleh diambil dari firman Allah swt seperti yang tercatat di dalam ayat surah al-Hujurat :

وَلَا تَلْمِزُوا أَنفُسَكُمْ وَلَا تَنَابَزُوا بِالْأَلْقَابِ بِئْسَ الاِسْمُ الْفُسُوقُ بَعْدَ الْإِيمَانِ

Ertinya : janganlah kamu mencela dirimu sendiri dan janganlah kamu panggil memanggil dengan gelar-gelar yang buruk. Seburuk-buruk panggilan ialah segala jenis nama panggilan yang berciri kefasiqan selepas kamu beriman ( Al-Hujurat : 11)

Jelas dari ayat di atas, prinsipnya adalah Allah swt melarang untuk umat Islam mengelar saudara seagama dengan apa jua gelaran yang buruk dan menyakitkan hatinya, tidak kira sama ada ia benar atau tidak, selagimana ia dilakukan dengan niat menghina dan menjatuhkan, ia adalah dilarang.

Imam Abu Ja'far At-Tabari mengatakan :

التنابز بالألقاب : هو دعاء المرء صاحبه بما يكرهه من اسم أو صفة ، وعم الله بنهيه ذلك ، ولم يخصص به بعض الألقاب دون بعض ، فغير جائز لأحد من المسلمين أن ينبز أخاه باسم يكرهه ، أو صفة يكرهها

Ertinya : Memanggil dengan gelaran adalah seperti seseorang memanggil saudaranya dengan cara yang dibencinya sama ada (menggunakan) nama tertentu atau sifat. Dan larangan Allah swt itu umum tanpa sebarang pengkhususan kepda satu jenis gelaran tanpa yang lain, maka oleh itu, TIDAK HARUS (haram) bagi seorang Muslim untuk memanggil saudaranya sama ada dengan nama atau sifat yang dibencinya. ( Jami' al-Bayan, 22/29)

Justeru di dalam Islam budaya gelar mengelar dengan gelaran buruk ini bukanlah tindakan yang benar, malah ia terkeji dan hanya menjadi mainan individu yang dipimpin oleh emosi. Jangan sesekali mudah memulakan gelaran seperti 'Ulama Mee Segera', 'Si bodoh', ‘Umngok', ‘Munafiq' dan lain-lain. Walau apapun sebab dan latar belakang kemarahannya, cara menggelar sebegini bukan caranya. Terdapat begitu banyak cara bahasa lain yang lebih sesuai untuk menegur seseorang.

Ia hanya akan memburukkan keadaan dan seterusnya menjatuhkan maruah si penggelar sahaja bukan mereka yang digelar. Tiada kebaikan yang boleh tersebar darinya kecuali kepuasan peribadi pihak mengggelar kononnya untuk menegakkan yang hak tetapi sebenarnya hanya memuaskan nafsu amarah masing-masing sahaja.

Islam melarang menggelarkan seseorang dengan sebarang gelaran buruk, dilarang juga mengkafirkan seseorang tanpa kejelasan yang putus atau kelak kekafiran dan gelaran itu akan kembali kepada dirinya sendiri. Seluruh gelaran buruk yang dicipta juga akan kembali kepada di penggelar.


Namun demikian, terdapat PENGECUALIAN sekiranya sesuatu gelaran dibuat bagi keadaan tertentu seperti untuk membezakan di antara individu maka digelarkan dengan sifat atau nama yang sesuai bagi fizikalnya, sedangkan gelaran itu adalah buruk, namun panggilan itu dibuat bukan untuk menghina dan merendah, ia hanya diniat untuk memberi kenal kepada mereka yang bertanya. Tatkala itu ia dibenarkan,

Demikian juga, jika terdapat maslahat yang lebih besar untuk dijagai, seperti bpara ulama menggelarkan beberapa perawi sebagai ‘kazzab' atau banyak berbohong bagi menjaga ketulenan sesebuah hadis. Namun ia bukanlah disebarluaskan kepada masyarakat awam, hal sedemikian hanya akan diketahui oleh golongan ulama dari kalangan penkgaji hadis dan perawinya sahaja. Ringkasnya semuanya masih tertakluk kepada adab-adab dan displinnya.

GELARAN BAIK SEPERTI TUAN HAJI?

Gelaran buruk dengan tujuan merendah dan menghina, tanpa khilaf lagi ia dilarang, maka jelas GELARAN BAIK ADALAH dibenarkan dalam Islam selagi tidak bercanggah dengan aqidah seperti menggelar seseorang dengan gelaran yang mengangkatnya ke darjat Tuhan atau Rasul.

Keharusan ini boleh dilihat dalam keharusan menggunakan gelaran Sayyid bagi Nabi Muhammad s.a.w dan juga para sahabat baginda nabi s.a.w.

Penggunaannya kepada selain Nabi s.a.w tidak disepakati oleh para ulama, ada yang menegah kecuali bagi pemimpin kaum iaitu di atas kapasitinya sebagai pemimpin atau ketua kepada kaum tersebut.

Namun demikian, gelaran ‘sayyiduna' yang beerti tuan kami, dibenarkan oleh sebahagian ulama untuk digunakan sama ada untuk baginda Nabi s.a.w dan juga tokoh-tokoh pimpinan yang lain, berdasarkan beberapa dalil (namun tulisan ini tidak akan membincangkan perihal kukuh atau tidaknya dalil yang dipetik). Antaranya Firman Allah :-

فَنَادَتْهُ المَلائِكَةُ وَهُوَ قَائِمٌ يُصَلِّي فِي المِحْرَابِ أَنَّ اللَّهَ يُبَشِّرُكَ بِيَحْيَى مُصَدِّقاً بِكَلِمَةٍ مِّنَ اللَّهِ وَسَيِّداً وَحَصُوراً وَنَبِياًّ مِّنَ الصَّالِحِينَ

Ertinya : Kemudian Malaikat (Jibril) memanggil Zakaria, sedang ia tengah berdiri melakukan salat di mihrab (katanya): ""Sesungguhnya Allah menggembirakan kamu dengan kelahiran (seorang putramu) Yahya, yang membenarkan kalimat (yang datang) dari Allah, menjadi tuan, menahan diri (dari hawa nafsu) dan seorang Nabi termasuk keturunan orang-orang saleh. ( Al-Imran : 39)

Imam al-Qurtubi mengulas katanya :-

ففيه دلالة على جواز تسمية الإنسان سيدًا ، كما يجوز أن يُسمِّى عزيزًا أو كريمًا

Ertinya : Pada ayat itu suatu dalil berkenaan keharusan menamakan seseorang sebagai sayyid (tuan), sebagaimana harus untuk digelar yang mulia (Jami' ahkam al-Quran)

Nabi s.a.w juga pernah bersabda :

ابني هذا سيد ولعل الله أن يصلح به بين فئتين من المسلمين

Ertinya : Sesungguhnya anakku (cucu) ini adalah sayyid (tuan) dan moga-moga melaluinya Allah akan memperdamaikan dua puak dari kalangan muslimin ( Riwayat Al-Bukhari)

Hasil dari petikan dalil di atas, malah banyak lagi dalil lain, MAJORITI ulama membenarkan untuk menggunakan gelaran Sayyidina kepada baginda Nabi s.a.w dan SEBAHAGIAN ULAMA PULA juga mengizinkannya untuk digunapakai kepada mereka selain Nabi s.a.w. Dengan syarat asalkan kita mengetahui batasan penghormatan, sebagaimana yang dituntut oleh Nabi SENDIRI.

أن ناسا قالوا: يا رسول الله، يا خيرنا وابن خيرنا، وسيدنا وابن سيدنا. فقال: يا أيها الناس، قولوا بقولكم، ولا يستهوينكم الشيطان، أنا محمد عبد الله ورسوله، ما أحب أن ترفعوني فوق منزلتي التي أنزلني الله عز وجل

Ertinya : Orang ramai berkata : wahai Rasulullah, wahai yang terpilih dan anak yang terpilih, tuan kami dan anak kepada tuan. Baginda membalas : Wahai manusia, kamu berkata dengan perkataan kamu, namun jangan sampai kamu diselewengkan oleh Syaitan, aku adalah Muhammad, Hamba Allah dan RasulNya, tiadalah aku sukai kamu mengangkat darjatku melebihi daripada darjat yang diberikan oleh Allah kepadaku ( Riwayat Abu Daud: sanad yang baik)

Jika gelaran ‘Sayyiduna' yang kontroversi di kalangan ulama Islam itu pun masih diharuskan menurut sebahagian ulama, sebahagian lain mengatakannya sebagai makruh kerana hadis di atas. Kita memahami gelaran sedemikian memerlukan sedikit hati-hati agar tidak melampau sehingga terjebak dalam kes pengikut Kristian yang mengganggap Nabi Isa sebagai anak tuhan akibat berlebhan dalam menggagungkannya.

Maka tentunya tiada sebarang halangan di dalam Islam untuk gelaran-gelaran biasa yang kurang kontroversi seperti gelaran Tuan haji, Ustaz, Dr, Dato', Syeikh, Profesor, Tok Guru, Imam, Hujjatul Islam, Syeikhul Islam dan apa jua gelaran yang baik lagi disukai dan baik untuk digunakan sebagai penghargaan, pujian, doa dan pengiktirafan.

Isu sama ada gelaran itu akan mendatangkan rasa riyak, takbur dan ujub adalah persoalan kedua. Hal ini mempunyai sedikit persamaan dengan isu memuji seseorang di hadapannya. BOLEH DIBACA DI SINI .

Kesimpulannya, jika diketahui pujian itu akan memusnahkannya, maka janganlah dilakukannya. Maka larangan adalah disebabkan hal luaran yang mendatang dan bukannya pada pujian itu sendiri. Demikian juga gelaran Tuan Haji, Sayyid dan sepertinya.

Oleh itu, jika kita memanggil seseorang dengan gelaran Tuan Haji, dan ia menyukakan tuan tubuh, malah dapat mengingatkannya dengan ibadah agung yang pernah dia bertungkus lumus melakukannya, mengingatkannya kepada Allah swt dan baitullah al-haram serta boleh mengekalkan momentum keinsafannya. Maka sudah tentu ia tidak dilarang di dalam Islam malah digalakkan.

ADAT DAN HORMAT

Apatah lagi apabila ia sudah menjadi adat di sesebuah kawasan untuk menggunakan nama panggilan yang baik tersebut.

Adakalanya, gelaran ‘Haji' juga digunakan hanya kerana tiada gelaran lain yang sesuai untuk seseorang untuk menunjukkan hormat kita kepadanya.

Saya pernah mempunyai beberapa kenalan jutawan veteran yang amat rapat dengan saya, walaupun mereka adalah jutawan, hartawan, pengasas dan ketua kepada syarikat masing-masing, namun mereka belum menerima anugerah Dato', mereka juga bukan pemegang PhD.

Justeru gelaran apakah yang paling sesuai untuk memanggilnya disamping menunjukkan penghormatan kita kepada umurnya ?

Tatkala itu saya hilang idea, hanya gelaran ‘Tuan Haji' saya kira paling sesuai setiap kali berhuung dengan beliau. Gelaran pak cik tidak sesuai, gelaran syeikh kurang sesuai orang perwatakan sepertinya, abang juga tidak sesuai, akhi juga tidak sesuai, awak juga tidak, enta pun tidak sesuai. Pernahkah anda mengalami situasi seperti itu?

Kita sedar, kesan buruk juga boleh berganda apabila seorang yang digelar ‘tuan haji' dan ‘puan hajah' melakukan maksiat dan dosa secara terangan. Lebih mendukacitakan apabila kesnya melibatkan tangkapan kahlwat, zina, pecah amanah dan lain-lain yang biasnaya tersiar di dada akhbar. Namun demikianhal itu tidak menjadikan penggunaan gelaran ‘Haji' dan Hajah' sebagai haram.

AKHIRNYA

Walaupun harus mendapat atau menggunakan gelaran ‘Haji', amat perlu disedari pemergian menunaikan rukun Islam kelima itu bukanlah kerana gelaran dan tidak wajar menjadi marah jika tidak diberikan oleh manusia. Bukankah pandangan Allah yang menjadi sasaran ke sana.

Kemarahan seseorang akibat tidak digelar Haji sesudah pulangnya, boleh menjadi satu indikasi negatif kepada status Haji si polan sama ada ia tergolong di dalam Haji yang Mabrur atau tidak. Pastinya mereka yang mensasarkan haji mabrur tidak akan berasa apa-apa dengan gelaran tersebut, malah tidak ambil pusing dan endah diberikan kepadanya atau tidak. Maka itulah yang terbaik..moga kita semua memperolehi Haji Mabrur..Semua gelaran tidak memberi manfaat kepada alam akhirat kita, semua akan ditinggalkan di dunia yang fana ini, yang kekal dan mengikuti kita adalah kecantikan amal itu, bukan gelarannya.

Allahu akbar Allahu akbar Allahu akbar walillahil Hamd

Salam Eidil Adha buat semua umat Islam di seluruh dunia. Jangan lupa berpuasa sunat hari ini bagi mereka yang tidak berada di Arafah.

Thursday 3 December 2009

Zaffran & Anis Birthday

26th November was Zaffran's & Anis's birthday. We had double birthday celebration on Sunday. I made Anis's cheese cake a night before and Zaffran's cake, I iced it in the morning. Nasi Ayam was the main course and side dishes were nasi impit, kuah lemak, left over rendang dan mutton curry from the hari raya haji.
The funny side was everybody were hungry but we have to wait for Halim to came home from work around 1.45pm, once Halim open the door, everybody tuck in without waiting for Halim to sit.






















Monday 30 November 2009

The Saying of Our Holy Prophet SWA

The Holy Prophet (SAW) Said:


1) 4things make your body sick:-
a)Excessive talking
b)Excessive sleeping
c)Excessive eating
d)Excessive mtg/outing wth people


2) 4 things destroys body:-
a)Worrying
b)Sorrow (Sadness/Grief)
c)Hunger
d)Sleeping late at night


3) 4things make face dull/haggard:
a)Lying
b)Being disrespectful/impudent
c)Baseless arguements
d)Excessive immorality (committing sins without fear)


4)4things make t face glow/shine:
a) Piety
b)Loyalty
c)Generosity/kindness
d)Helpful to others without being asked


5)4things make Rizqi (Sustenance) stop:
a) Sleeping till late morning (Fajr to sunrise)
b) Not Performing Fardhu/Irregular in Prayers
c) Laziness/Idleness
d) Treachery/Dishonesty


6) 4things bring/increase Rizqi:
a) Staying up in the night in prayers
b) Excessive Repentance
c) Regular Charity
d) Zikr (Remembrance of Allah)


The Holy Prophet (SAW), also said to communicate to others even if it is just One Verse (Ayaah), for this one verse will stand out on the Day of Judgment for intercession.


Allah Hu Alam.

Wednesday 25 November 2009

Puasa pada hari Arafah

Ditanya kepada Rasulullah s.a.w. berhubung puasa pada hari Arafah, maka Rasulullah s.a.w. bersabda;

Berpuasa pada hari Arafah menghapuskan dosanya setahun sebelum dan setahun selepas”.
(Riwayat Imam Muslim)

Thursday 19 November 2009

Menunaikan Haji dengan Wang Hadiah

Sumber: e-mail

Hukum asal bagi menunaikan haji dengan wang hadiah adalah HARUS tanpa sebarang khilaf. Walaupun seseorang digalakkan untuk menggunakan wang sendiri bagi menunaikan haji bagi memperolehi maksud haji yang menagih pengorbanan tenaga dari tubuh badan, minda dan wang.

Namun demikian, adalah tidak salah sama sekali sesiapa yang mampu untuk menghadiahkan sebahgain dari kurniaan kekayaannya bagi menaja sesiapa sahaja khsuusnya bagi mereka yang belum menunaikan haji untuk melunaskan rukun Islam yang kelima itu. Demikian juga diharuskan untuk menaja mana-mana alim ulama atau sesiapa juga bagi tujuan yang sama.Lebih digalakkan jika sekiranay yang taja BELUM PERNAH menunaikan Haji.

Namun begitu, hukum asal akan berubah mengikut keadaan dan situasi. Persoalan niat adalah persoalan yang sukar dijadikan sandaran dalam hal ini kerana ia adalah urusan hati yang tersembunyi, diketahui secara tepat hanya oleh Allah swt.

Justeru, jika ada mana-mana ilmuan yang menjawab dalam persoalan ini bahawa semuanya bergantung kepada niat. Sudah tentu begitu di sisi Allah, namun pandang sisi manusia juga perlukan penjelasan yang lebih mendalam sebagai satu panduan.

Menyatakan hukum dengan menyandarkan ia kepada niat semata-mata tidak akan menyelesaikan kekeliruan, malah dibimbangi akan disilap fahami oleh orang awam sehingga menyalahgunakan hujjah tersebut dalam tindakan yang terangan bersalahan dengan displin Islam, seperti berdua-duaan (berdating) di tempat sunyi kemudian mendakwa niat mereka baik dan sebagainya.

APA RASUAH ?

Sebelum kita pergi lebih lanjut, perlu difahami erti rasuah menurut istilah yang diterima pakai oleh perundangan Islam adalah :-

ما يُعطى لإبطال حق أو لإحقاق باطل

Ertinya : Apa-apa yang diberikan untuk membatalkan sesuatu yang benar dan membenar yang batil (melayakkan yang batil) ( Syarh as-Sunnah, Al-Baghawi, 10/88)

Namun demikian, takrif Rasuah menurut perundangan di Malaysia pula adalah lebih pelbagai dan boleh dibaca dari tulisan saya yang lalu di SINI .

JADI APA PANDUAN HUKUM DALAM HAL INI?

Bagi memahami perubahan hukum dalam hal ini, beberapa dalil dan situasi terpilih berikut boleh dijadikan rujukan.



* 1) Hadiah buat seseorang berpangkat

من استعملناه على عمل فرزقناه رِزْقًا، فما أخذ بَعْدُ فهو غلولُ

Nabi Muhammad s.a.w bersabda : " Barangsiapa yang telah kami ambil untuk melakukan sesuatu kerja, dan telah ditetapkan baginya sesuatu rezeki (gaji atau upah), maka apa yang diambilnya selepas itu adalah ghulul (pengkhianatan) " ( Riwayat Abu Daud, no 2943, Hadith Sohih ; Ma'alim as-Sunan, Al-Khattabi, 3/8 cet Dar Kutub Ilmiah)



* 2) Sebuah Hadis :

استعمل النبي صلى الله عليه وسلم رجلاً من الأزد يُقال له ابن اللتبية على الصدقة، فلما قدم قال: هذا لكم وهذا أهدي لي، قال: فهلا جلس في بيت أبيه أو بيت أمه، فينظر أيُهدى له أم لا.... ثم قال: "اللهم هل بلغت ثلاثًا"

Ertinya : Nabi bersabda kepada seorang gabenornya bernama Ibn Lutbiah yang telah ditugaskan mengutip zakat kabilah Azad, maka apabila ia selesai kerjanya dan kembali berjumpa Nabi, lalu ia menyimpan sebahagian dari wang yang dikutip sambil berkata :

"Ini untukmu (bahagian untuk Islam) dan ini untukku yang diberikan sebagai hadiah (oleh orang ramai), maka jatuh murka Baginda sambil bersabda

" Ketahuilah, pergilah kamu duduk di rumah bapamu atau ibumu, sehingga datang kepadamu hadiahmu, jika kamu benar-benar betul (layak mendapat hadiah)

"Ya Tuhanku, adakah telah aku sampaikan (kepada umatku akan hal ini) sebanyak tiga kali..(Al-Bukhari, no 2597 & Muslim no 1832)



3) Di dalam sebuah riwayat disebutkan bahawa Rasulullah Sallallahu ‘alaihi wa Sallam mengutus Abdullah bin Rawahah berangkat ke Khaibar (daerah Yahudi yang tunduk kepada kekuasaan Islam) untuk menilai hasil buah kurma di daerah itu kerana Rasulullah Sallallahu ‘alaihi wa Sallam telah memutuskan bahawa hasil bumi Khaibar dibahagi dua; separuh untuk kaum Yahudi sendiri, dan yang separuh lagi diserahkan kepada kaum Muslimin.

Ketika Abdullah bin Rawahah sedang menjalankan tugasnya, orang-orang Yahudi datang kepadanya membawa berbagai perhiasan dan berkata kepada Abdullah:

"Perhiasan ini untuk anda, ringankanlah kami dan berilah kepada kami lebih dari separuh," Abdullah menjawab, "Wahai kaum Yahudi! Demi Allah kalian memang makhluk Allah yang paling aku benci. Apa yang kalian lakukan ini justeru membuatkan diriku lebih membenci kalian. Rasuah yang kalian tawarkan itu adalah barang haram, dan kami kaum Muslimin tidak memakannya!" Mendengar jawaban tersebut mereka (Yahudi) berkata, "Kerana (sikap) inilah langit dan bumi tetap tegak!" [Imam Malik, Al Muwattha':1450].



4) Rasulullah Sallallahu ‘alaihi wa Sallam bersabda :

"Hadiah yang diberikan kepada para penguasa adalah suht (haram) dan rasuah yang diterima hakim adalah kufur" [Riwayat Ahmad].

BAGAIMANA KES MENTERI BESAR KELANTAN?

Bagi kes yang melihatkan Menteri Besar Kelantan, seorang tokoh agama yang dihormati lagi dikasihi oleh kebanyakan rakyat Kelantan dan usahawannya. Jika dilihat dari sudut rasuah menurut istilah Syariah, kemungkinan besar tajaan ini tidak berkait dengan ciri utama rasuah menurut Islam.

Berkaitan isu WANG KHIANAT pada pandangan Islam pula, ia juga mungkin TIDAK JATUH kepada beliau, jika benar-benar semua hadiah yang diberikan itu tidak bersangkut paut dengan jawatannya tetapi hanya kerana dirinya adalah seorang ulama.

PENGECUALIAN sebegini memang wujud dari teks-teks fatwa silam sebagaimana berikut

يجوز لولاة الأمور والعُمَّال قبول الهدية ممن كان يهدي إليهم قبل توليتهم مناصبهم، كهدية من قريب أو صديق بشرط أن لا تزيد قيمة هذه الهدية عما كان يُهْدى إليهم قبل تولي مناصبهم ولا تكون لها أيَّة علاقة بأعمالهم.

Ertinya : Harus hukumnya bagi seseorang pemerintah dan pegawai (pentadbir) menerima hadiah dari pemberian hadiah itu bermula semenjak sebelum ia memegang jawatannya, seperti hadiah hubungan kerabat atau rakan, namun ia dengan syarat NILAI HADIAH YANG DIBERI (SELEPAS NAIK JAWATAN) ADALAH SAMA dengan sebelum naik jawatan, serta MESTILAH HADIAH TERSEBUT TIDAK MEMPUNYAI ikatan dan kaitan sama sekali dengan jawatannya ( kuasanya) [1]

Imam AN-Nawawi pula menegaskan :-

وقد بين صلى الله عليه وسلم في نفس الحديث السبب في تحريم الهدية عليه وأنها بسبب الولاية، بخلاف الهدية لغير العامل، فإنها مستحبة،

Ertinya : Nabi s.a.w telah menjelaskan dalam hadis yang sama (di atas) bahawa sebab pengharaman terima hadiah sebegitu adalah disebabkan oleh JAWATANNYA, berbeza dengan hadiah yang diberikan kepada bukan pegawai yang mana ianya adalah digalakkan. ( Syarah Sohih Muslim, 6/462 )

WALAUPUN BEGITU

Kesimpulannya, dalam kes Tuan Guru Dato' Nik Abd Aziz Nikmat, saya dan ramai lagi yakin bahawa ia tiada unsur rasuah mahupun wang khianat. Ini kerana saya yakin, walaupun beliau tidak memegang jawatan Menteri Besar dan duduk di rumah sahaja sekalipun, masih ramai yang berlumba-lumba untuk memberikannya hadiah tajaan Haji dan lain-lain disebabkan kelebihaan ilmu dan amalan yang terzahir pada diri beliau dan bukan pada JAWATANNYA, sehinggakan seliparnya juga dicuri kerana ‘berkat'. [2]

Namun demikian, kita tidak boleh memandang hanya kepada mereka yang bersangka baik sahaja. Apa yang perlu diteliti kini, semua menyedari bahawa beliau bukan semata-mata seorang tokoh agama, namun juga adalah tokoh politik dan ketua eksekutif pentadbiran bagi sebuah negeri.

Justeru, atas dasar tersebut, menurut penilaian sederhana saya, adalah LEBIH WAJAR untuk beliau menolak sebarang tawaran hadiah haji sedemikian selagi mana beliau masih memegang jawatan Menteri Besar. Pandangan saya ini berdasarkan banyak aspek dan sandaran, sebahagiannya adalah seperti berikut :-

1) Mengelak tohmah dan sangka buruk yang memudaratkan.

Sekiranya kita menyusuri perbahasan hukum-hukum Fiqh di dalam kitab-kitab utama yang silam, akan didapati bagaimana beberapa amalan yang HARUS pada hukum asalnya menjadi HARAM atau ditegah akibat daaripada wujudnya unsur ‘tohmah' dan ‘kebolehan membawa sangkaan buruk' . Cukuplah kita ambil satu contoh dalam bab ini :

Imam Al-Kasani ketika membicarakan persoalan adab seorang qadhi (adab al-Qadha) menghurai :
ومنها : أن لا يقبل الهدية من أحدهما ، إلا إذا كان لا يلحقه به تهمة .

Ertinya : Sebahagian darinya (adab seorang qadhi) : Adalah tidak menerima hadiah dari salah seorang darinya (dua pihak yang sedang dibicarakan) kecuali jika ia tidak membawa kepada sebarang tohmahan (tuduhan buruk). (Bada'i As-Sona'ie, 7/10)

Walaupun teks di atas bukan dalam konteks menteri besar atau pemerintah, namun maqasidnya jelas, ia berkait dengan mereka yang memegang kuasa. PEMEGANG KUASA MESTILAH DIYAKINI DAN DILIHAT BERSIH OLEH ORANG-ORANG YANG BERGANTUNG DI BAWAHNYA, jika dia seorang hakim atau qadhi seperti dalam teks di atas, dia mestilah diyakini TIDAK BERAT SEBELAH oleh kedua-dua pihak di dalam mahkamahnya.

Jika dia pemerintah, hal yang sama juga terpakai, IAITU DIA MESTI DIYAKINI BERSIH DAN MAMPU MEMBERIKAN KEADILAN KEPADA RAKYAT BERDASARKAN KELAYAKAN DAN BUKAN ATAS PENGARUH-PENGARUH SAMPINGAN SEPERTI KERABAT, HADIAH YANG DIBERI DAN SEBAGAINYA.

Justeru, dalam hal Menteri besar Kelantan, umumnya mungkin yakin dengan peribadi beliau dalam menjaga keadilan. Namun perlu diingat bahawa di bawah bidang kuasa seorang Menteri Besar, terdapat pelbagai pegawai, pelbagai jenis kuasa untuk menentu dan memutuskan keputusan khsuusnya melibatkan penganugerahan jawatan dan kontrak. Sebahagian besarnya memerlukan kepada nasihat dan rundingan pegawai-pegawai ini terlebih dahulu sebelum dilulus oleh Menteri Besar. Maka sejauh mana pula, orang ramai boleh yakin kepada pegawai-pegawai ini sebegaimana keyakinan mereka kepada Menteri Besarnya.?

Saya kira, ramai orang di bawah beliau tidak mampu menyamai krebiliti, ketahanan sehebat beliau dan keyakinan ramai kepada pegawainya juga tidak seperti keyakinan kepada Menteri Besar Kelantan.

Tatakala itu, orang ramai akan menggandaikan si pemberi hadiah akan dikenali oleh para pegawai beliau, yang sebahagiannya turut mempunyai kuasa tertentu, KEADAAN INI TIDAK DINAFIKAN AKAN MEMBAWA TOHMAHAN DAN SANGKA BURUK RAMAI.

Ia boleh membawa sangkaan ramai, BAHAWA PEMBERI HADIAH TAJAAN HAJI INI MENDAPAT LEBIH KEISTIMEWAAN BERBANDING YANG TIDAK MEMBERI HADIAH, Paling kurang, ia menjadikan syarikatnya LEBIH DIKENANG DAN DIINGATI OLEH PARA PEGAWAI. Hasilnya, mungkin lebih mudah untuk memperolehi tawaran kontrak tertentu.

Saya tidak menuduh, saya cuma menyedarkan bahawa ruang sangkaan dan tohmahan itu sangat boleh untuk terbuka. Atas asas itu, saya berpandangan AMAT WAJARLAH Menteri Besar Kelantan untuk MEMBATALKAN MENUNAIKAN HAJI TAHUN INI DENGAN BERBEKALKAN WANG DAN PAKEJ TAJAAN. Namun beliau tentunya MASIH boleh pergi dengan wangnya sendiri tanpa perlu membatalkan terus.

Selain itu, saya juga berpandangan tajaan haji atau umrah di tahun-tahun akan mendatang juga wajar ditolak. Berikanlah sumbangan itu kepada alim ulama lain yang tidak berjawatan rasmi atau pembuat keputusan yang melibatkan wang dan kontrak, yang tidak mendatangkan tohmah dan fitnah dan sangka buruk. KECUALI jika ia dilakukan secara tertutup, ia terpulang kepada semua yang terlibat untuk menjaga displin hukum.

Nabi s.a.w bukan sahaja melarang umatnya bersangka buruk, namun kita juga diajar oleh baginda nabi s.a.w untuk CUBA SEDAYA UPAYA MENGELAKKAN diri dari membuak ruang yang boleh menyebabkan diri kita disangka buruk. Itulah konsep sad az-Zara'i. (penutupan pintu-pintu yang boleh membawa kepada haram oleh diri dan kepada diri).



2) Menolak kemudaratan adalah didahulukan berbanding mendapatkan kebaikan

Ia jelas dari kaedah Fiqh yang cukup terkenal. Benar, menunaikan haji membawa kebaikan kepada penderma dan yang menerima, namun jika ia sehingga menyebabkan nama baik kerajaan pimpinannya rosak akibat dari itu. Wajarlah ia dijauhi. Tidak kiralah mudarat itu akibat sangka buruk, fitnah atau dusta, namun ia tetapi membawa mudarat yang jelas. Lihatlah sekeliling dan media yang sedang mencipta sesuatu buruk dan mudarat dalam isu ini.



3) Maslahat umum didahulukan ke atas maslahat individu (atau yang lebih kecil)

Benar, menerima tajaan hadiah haji itu adalah sebuah kebajikan dan pahala buat dipenderma, pahala dan ganjaran juga bagi yang menerima. Namun jika ia jelas boleh membawa mudarat seperti tuduhan rasuah yang sehingga boleh memudaratkan kemaslahatan yang lebih ramai, bukankah ia lebih baik dijauhi. Si pemberi masih boleh menderma kepada ilmuan lain bagi mendapatkan pahala yang diinginya.

AKHIRNYA

Kesimpulan jawapan saya kepada persoalan yang dikemukakan, SAYA AMAT BERSETUJU untuk Menteri Besar Kelantan menolak tajaan hadiah bagi mengerjakan Haji pada tahun ini, namun beliau masih boleh pergi dengan wangnya sendiri tanpa perlu membatalkan terus.

Saya juga merasakan, TIDAK WAJAR untuk beliau menerima sebarang tajaan haji di tahun-tahun hadapan selagi beliau masih memegang jawatan Menteri Besar atas sebab-sebab yang dinyatakan di atas.

Sekdar itulah pendapat saya secara ringkasnya, ia bukan penentuan hukum, ia hanyalah sebuah pandangan dan nasihat yang boleh diterima atau ditolak oleh sesiapa sahaja. Perlu disedari juga, pandangan dan jawapan kepada soalan di atas bukan sahaja terpakai kepada Menteri Besar Kelantan ketika ini, namun bagi semua penjawat awam, swasta dan ahli politik dari mana-mana jua parti politik.

Sekian



Zaharuddin Abd Rahman

www.zaharuddin.net

17 Nov 2009

Wednesday 18 November 2009

Amalan di Bulan Zulhijjah

Source: e-mail

KULLU 'AM WA ANTUM BI KHAIRIN..

Bulan Zulhijjah, khususnya sepuluh hari awalnya adalah merupakan peluang kedua selepas Ramadhan untuk umat Islam mendapatkan gandaan keredhaan, keampunan dan pahala amalan.

Disebutkan oleh Nabi SAW :

"Sebaik-baik hari di dunia adalah sepuluh hari itu" (Riwayat al-Bazzar ; Albani : Sohih).

Allah SWT pula berfirman :

وَالْفَجْرِ وَلَيَالٍ عَشْرٍ

"Demi Fajar dan hari-hari yang sepuluh" ( Al-Fajr : 1).

Majoriti ulama menyatakan hari sepuluh itu merujuk kepada hari pertama hingga sepuluh Zulhijjah dan bukannya sepuluh terakhir Ramadhan. (Zad Al-Ma'ad, Ibn Qayyim).

Ia juga disebut oleh Nabi SAW dalam hadith lain :

"Tiada hari-hari yang lebih disukai oleh Allah SWT untuk hambanya memperbanyakkan amalan dari sepuluh hari ini" (Riwayat Al-Bukhari).




AMALAN-AMALAN UTAMA

Manakala amalan-amalan yang digalakkan sepanjang sepuluh awal Zulhijjah yang amat besar pahalanya ini antaranya :-

a) Zikir : Iaitu dengan memperbanyakkan zikir Subhanallah, Alhamdulillah, La ilaha Illa Allah dan Allahu Akbar.

Ia bersumber dari hadith riwayat At-Tabrani yang diakui sohih oleh Imam Al-Munziri. Allah SWT juga menyebut ertinya : "Supaya mereka menyaksikan berbagai perkara yang mendatangkan faedah kepada mereka serta memperingati dan menyebut nama Allah, pada hari-hari yang tertentu.." (Al-Hajj : 28).

Ibn Abbas r.a mentafsirkan erti ‘hari-hari tertentu' adalah sepuluh hari Zulhijjah ini dan inilah pendapat majoriti ulama jua.

b) Berpuasa : Amat digalakkan berpuasa pada satu hingga sembilan Zulhijjah bagi orang yang tidak menunaikan Haji. Hari Arafah (9 Zulhijjah ) pula adalah hari yang terbaik untuk berpuasa.

Nabi SAW bersabda tentang kelebihan hari Arafah :

"Tiada hari yang lebih banyak Allah membebaskan hambanya lebih dari hari Arafah" (Riwayat Muslim).

Nabi SAW juga bila ditanya tentang kelebihan berpuasa pada hari Arafah ini menjawab, ia menghapuskan dosa yang lalu dan tahun kemudiannya.

c) Melakukan lain-lain amalan seperti bersedeqah, membaca Al-Quran, solat sunat dan lain-lain. Ia semuanya termasuk di dalam umum hadith yang menunjukkan ianya amat disukai oleh Allah SWT.

d) Menjauhi maksiat dan masa terbaik untuk memulakan tawbat bagi sesiapa yang masih berfikir-fikir dan menangguhnya. Amat biadap jika umat Islam bersukaria dengan melampaui batas haram di hari yang amat agung di sisi Allah SWT ini.

Bertawbatlah dengan sebenar-benar tawbat dan sedarilah bahawa hidup ini sementara dan seluruh keseronokannya adalah tipu daya semata-mata.

e) Bertakbir : Ibn Abi Shaibah menyebut bahawa `Ali KW menunjukkan bahawa permulaan takbir bermula sejurus selepas solat Subuh hari Arafah sehingga hujung waktu ‘Asar hari ketiga Tashriq.

f) Berkorban : Allah SWT berfirman : ertinya : "dan berdoalah dan berkorban". Allah SWT juga menyebut :
وَمَنْ يُعَظِّمْ شَعَائِرَ اللَّهِ فَإِنَّهَا مِنْ تَقْوَى الْقُلُوب



Ertinya : "Sesiapa yang membesarkan syiar Allah (berkorban) mala ia adalah dari tanda ketaqwaan hati" (Al-Hajj : 32)

Sebuah hadis menyebut :
ما عمل آدمي من عمل يوم النحر أحب إلى الله من إهراق الدم



Ertinya : "Tiadalah amalan anak Adam yang lebih disukai oleh Allah SWT pada hari kurban kecuali berkorban ( dengan menyembelih binatang)" ( Riwayat At-Tirmidzi, Abu Daud ; Gharib, namun terdapat rawi yang dipertikaikan )

POTONG KUKU, RAMBUT & HUKUM QURBAN

Hukum berkorban adalah sunat muakkad (yang dituntut) bagi orang yang mempunyai lebihan dan kemudahan harta. Demikian pendapat majoriti ulama termasuklah sahabat besar seperti Abu Bakar as-Siddiq r.a, Umar al-Khattab r.a, Ibn Mas'ud r.a dan lain-lain, kecuali Imam Abu Hanifah berpendapat ianya WAJIB bagi mereka yang berkemampuan.[1]

Bagi menggandakan pahala korban, seseorang yang sudah berniat awal untuk melakukannya digalakkan menahan diri dari memotong rambut dan kuku. Ia berdasarkan hadith riwayat Muslim yang sohih, iaitu :-

من أراد أن يضحي فدخل العشر فلا يأخذ من شعره ولا من أظفاره شيئاً حتى يضحي

Ertinya : Barangsiapa yang ingin menyembelih ( berkurban ), dan telah masuk sepuluh awal Zulhijjah), maka janganlah dia memotong apa-apa rambut atau kukunya SEHINGGALAH sampai korban dilaksanakan" ( Muslim, 3/39 )

Justeru, majoriti ulama dari mazhab Maliki, Syafie dan sebahagian Hanbali menyatakan makruh hukumnya bagi melanggarnya.

Bagaimanapun ia tiadalah termasuk dalam kategori haram kerana Aisyah r.a pernah meriwayatkan bahawa beliau pernah menempah (menandakan dan membeli binatang) dan diniatkan untuk dilakukan Qurban, dan Aisyah r.a menyebutkan, tiadalah Nabi SAW mengharamkan apa-apa (semasa menunggu masa untuk menyembelih) sehinggalah sampai waktu sembelihan. Hadis tersebut adalah sohih riwayat al-Bukhari dan Muslim.

Oleh itu, adalah dibenarkan untuk memotong kuku jika ia boleh mengganggu kesempurnaan wudhu dan lain-lain kewajiban.

TIDAK DIBENARKAN juga berkorban hanya dengan membayar harganya atau membeli daging lembu yang telah disembelih dari pasar lalu disedeqahkan atas niat Qurban. Tatkala itu, ia dianggap sedeqah biasa sahaja dan bukannya Qurban yang disyariatkan di hari raya Aidiladha.

Pahala Qurban adalah jauh lebih hebat dari bersedeqah harganya sahaja. Ia adalah fatwa oleh majoriti ahli ilmu seperti Imam Abu Hanifah, Malik, Syafie, Ahmad dan lain-lain. [2]

Adalah diingatkan jua agar meniatkan Qurban itu adalah kerana Allah SWT semata-mata, menuruti sunnah Nabi SAW dan Nabi Ibrahim a.s dan bukannya untuk menyedeqahkan daging atau lain-lain niat.

Firman Allah :

لَن يَنَالَ اللَّهَ لُحُومُهَا وَلَا دِمَاؤُهَا وَلَكِن يَنَالُهُ التَّقْوَى مِنكُمْ كَذَلِكَ سَخَّرَهَا لَكُمْ لِتُكَبِّرُوا اللَّهَ عَلَى مَا هَدَاكُمْ وَبَشِّرِ الْمُحْسِنِينَ

Ertinya : Daging-daging unta dan darahnya itu sekali-kali tidak dapat mencapai (keridaan) Allah, tetapi ketakwaan dari kamulah yang dapat mencapainya. Demikianlah Allah telah menundukkannya untuk kamu supaya kamu mengagungkan Allah terhadap hidayah-Nya kepada kamu. Dan berilah kabar gembira kepada orang-orang yang berbuat baik. (Al-Hajj : 37)

KONGSI LEMBU

Harus hukumnya menurut majoriti ulama untuk berkongsi seekor lembu dengan dibahagikan kepada 7 bahagian atau seekor kambing berdasarkan hadith Nabi yang diriwayatkan oleh Jabir r.a. [3]

Adalah digalakkan juga untuk menyembelih sendiri (jika berkemampuan) atau menghadiri majlis sembelihan.

Sebuah riwayat hadith pernah mencatatkan nasihat Nabi SAW kepada Fatimah yang ingin berqurban :
احضري أضحيتك، يغفر لك بأول قطر من دمها



Ertinya : "Hadirkanlah dirimu di waktu sembelihan, diampunkan bagimu dari titisan darah sembelihanmu yang pertama"

BINATANG TERBAIK UNTUK KURBAN

Yang terbaik adalah unta, diikuti oleh lembu, kerbau, kemudian biri-biri, kambing dan jika tidak mampu bolehlah 1/7 dari unta, lembu, kerbau.

Yang terbaik sudah tentulah yang paling banyak dagingnya maka lebih ramai mendapat merasai dan manfaatnya.

PEMBAHAGIAN DAGING

Daging qurban yang telah siap dilapah bolehlah dibahagikan SEPERTI BERIKUT :

1/3 (sepertiga) kepada tuan rumah yang berqurban,

1/3 (sepertiga) kepada faqir miskin termasuklah jirannya dan saudara mara dan

1/3 (sepertiga) lagi bagi sesiapa yang memintanya.

Ia berdasarkan firman Allah SWT :

فَكُلُوا مِنْهَا وَأَطْعِمُوا الْبَائِسَ الْفَقِيرَ

Ertinya : "Dan makanlah ia, dan berikanlah ia kepada orang yang susah dan faqir." (Al-Haj : 28) dan juga firman Allah :

فَكُلُوا مِنْهَا وَأَطْعِمُوا الْقَانِعَ وَالْمُعْتَرَّ

Ertinya "Dan makanlah ia, dan berikanlah kepada orang yang memintanya dan yang tidak memintanya" (Al-Haj : 36)

Inilah yang dilakukan oleh Nabi SAW sebagaimana riwayat Ibn Abbas r.a dan Ibn Umar r.a. Namun demikian HARUS (DIBENARKAN) untuk tidak mengikut cara pembahagian ini SAMADA UNTUK MAKAN KESELURUHANNYA ATAU KEBANYAKKANNYA. [4]

Bagaimanapun DILARANG untuk memberikan tukang-tukang lapah dan penyembelih upah atas usahanya (iaitu dengan ditetapkan dari awal), bagaimanapun ia harus jika dia termasuk dari kalangan faqir miskin atau diberikan secara sukarela orang ramai sebagai hadiah.

TIDAK DIBENARKAN juga sepakat ulama untuk menjual dagingnya.

Namun tidak sepakat berkenaan penjualan kulit, bulunya dan tulang hasil Korban. Majoriti mazhab termasuk Syafie tidak membenarkan. [5]

DIBENARKAN untuk menyimpan daging-daging kurban walaupun melebihi 3 (tiga) hari berdasarkan hadis Nabi s.a.w yang diriwayatkan oleh Muslim.

MEMBERI DAGING KORBAN KEPADA ORANG KAFIR

Ulama berbeza pendapat dalam hal ini, sebahagian mazhab mengatakannya HARAM, ada yang mengatakannya MAKRUH dan Mazhab Hanbali, Hanafi mengatakannya sebagai HARUS kerana ia bukannya sedeqah wajib. [6]

Namun tiada khilaf, mendahulukan umat Islam adalah lebih utama dalam hal ini.

BERKORBAN ATAU MEMBAYAR HUTANG

Bolehkah seorang yang dibebani hutang bank dan rakan berkorban sekali setahun demi tawaran pahalanya?.

Saya telah banyak mengulas berkenaan hutang dan pendirian Islam berkenaannya. Sila rujuk di sini. Justeru, untuk menentukan keutamaan samada menjelaskan hutang atau melakukan ibadah kurban kita perlu melihat kepada jenis hutang, tempoh janji bayaran semula dan kemampuan orang yang berhutang.

Jika ia adalah dari jenis hutang yang telah terancang pembayarannya seperti hutang bank dan selepas ditolak semuanya masih ada baki wang, tatkala itu individu tersebut sewajarnya melihat dan memikirkan berkenaan hutang tidak rasmi dari individu lain atau rakan-rakan serta tempoh yang dijanjikan.

Jika tempoh langsaian hutang masih jauh dan diyakini pendapatan akan datangnya boleh menampung semunya tanggungjawab wajib itu. Di ketika itu barulah ibadah kurban menjadi utama untuk dilaksanakan.

Ia amat jelas kerana ibadah kurban hanya sunat muakkad sahaja menurut majoriti mazhab mankala langsai hutang dalam tempohnya adalah wajib.

Jika disebabkan oleh ingin berkorban sehingga menyebabkan rakan pemberi hutang pula ‘TERKORBAN', hubungan persaudaraan ‘terkorban', atau hingga menyebabkan pihak bank mengenakan penalti kerana lewat bayar, tidak wajar sama sekali untuk berkorban juga. Keutamaan tetap bagi pelangsaian hutang berbanding berkorban. Demikian pandangan ringkas saya.

KORBAN OLEH ORGANISASI & SYARIKAT?

Ramai yang bertanya dan ramai juga yang melakukan amalan ini. Adakah sebuah syarikat boleh mengeluarkan budjet tertentu untuk membeli dua puluh ekor lembu dan berkorban atas nama syarikat?

Jawab ringkas saya:

"tidak boleh !"

Ibadah korban adalah ibadah yang dilakukan oleh individu tertentu atau untuk individu tertentu. Ia bukan untuk organisasi yang bukan manusia. Justeru, ia sebuah organisasi ingin melaksanakannya, ia MESTI menghadiahkannya kepada mana-mana Pengarah atau kakitangannya.

Ketika itu korban barulah sah dan ia menjadi korban oleh individu yang ditentukan namanya sahaja dan bukan atas nama syarikat. Pihak syarikat terbabit boleh bergilir-gilir menghadiahkan lembu tertentu dan bahagiannya DIHADIAHKAN kepada kakitangan secara khusus UNTUK DILAKSANAKAN sembelihan atau korban, pahala korban akan hanya diperolehi oleh individu dan pihak organisasi pula (iaitu pemilik organisasi iaitu manusia) hanya mendapat pahala kerana ‘menghadiahkan' lembu atau bahagiannya kepada kakitangan sahaja.

Jika pihak syarikat tidak mahu berbuat demikian, bermakna ia mestilah meletakkan secara specific 20 ekor lembu itu, untuk para lembaga pengarahnya secara khusus juga. Ia bukan atas nama syarikat tetapi individu.

APAKAH HAJI AKBAR ?

Nabi SAW menamakan hari sembelihan iaitu 10 Zulhijjah sebagai Haji Akbar. (Riwayat Abu Daud dengan sanad sohih : Ibn Qayyim dan Albani).

Sayyidina Ali Abi Talib juga pernah ditanya tentang apakah itu Haji Akbar, beliau menjawab:

"Ia adalah hari sembelihan (iaitu haji raya pertama). (Riwayat at-Tirmidzi)

Menurut Ulama itulah yang dimaskudkan di dalam ayat surat At-Taubah.

Bagaimanapun sesetengah ulama membawakan hujah mereka mengatakan Haji Akbar itu adalah Hari Arafah [7]. Setengah ulama pula bersama sahabat seperti Ibn Abbas r.a dan Ibn Umar r.a yang menyatakan bahawa Haji Akbar itu adalah hari arafah yang jatuhnya pada hari Jumaat dan pahalanya disebut sehebat 70 kali pahala Haji biasa, Ia juga disebut oleh Imam al-Ghazzali, ini bermakna pada Haji Akbar, semua orang yang berada di Arafah akan diampunkan. Ia berdasarkan satu hadith yang diriwayat oleh Razin dalam Tajrid as-Sihhah, bagaimanapun al-Munawi menolak hadith itu dengan katanya "tiada asalnya".

Kesimpulannya : Terdapat para sahabat mengatakan Haji Akbar itu adalah hari Arafah yang jatuh pada hari jumaat, mankala Ali k.w pula mengatakan ia adalah hari Qurban pada 10 zulhijjah dan setengah yang lain pula menyebut ia adalah semua hari-hari wuquf di Mina ( hari Tasriq).

Akhirnya, adalah amat perlu dipastikan bahawa tarikh hari raya ‘Idil adha ini menurut ijtihad pemerintah kerajaan Saudi bagi menyatukan umat Islam di seluruh dunia ( kecuali jika benar-benar sesebuah Negara itu mengikut rukyah), tanpa rukyah maka kiraan yang terbaik adalah dengan menuruti Saudi. Dengan itu, kekeliruan yang sering berlaku sebagaimana mencari Lailatul Qadar dan hariraya idilfitri akan berterusan. wallahu 'alam